Nonton Jakarta Lawyer Club, satu jam yang lalu, seru juga. Sayangnya ketika nonton sudah beberapa menit acaranya berlangsung, jadi tidak sempat mendengar komentar Wamen Kemendikbud dan Kepala Dinas Pendidikan DKI. Oia, kalau anda tidak sempat menonton, saya informasikan bahwa temanya adalah tentang Tawuran Pelajar SMA Negeri 70 dan SMA Negeri 6 Jakarta. Di dalam forum itu semua bicara - bicara semua, dari Sujiwo Tejo ampe Bang Yos, dari anggota DPR yang membidangi pendidikan sampe Engkong Ridwan Saidi, nah lucunya lagi si engkong ngusulin jalan bulungan diganti dengan nama korban. Riuh... aneh..
Saya sedikit menganalisa, walaupun spontan, dari kacamata saya sebagai karyawan di SMA, kemungkinan siswa yang berada di luar jam pelajaran sekolah itu tidak mengikuti pelajaran. Karena apa? Karena etos kerja sebagian guru berkurang disebabkan sistem pendidikan 12 tahun membuat guru tidak mendapatkan penghasilan. Karena orang tua murid tidak dibebankan lagi biaya pendidikan. Lantas, dimana didapatkan penghasilan guru, khususnya guru honor dan karyawan honor seperti kami? Sementara penghasilan kami didapatkan dari orang tua murid melalui bayaran sekolah. Jawabannya katanya nanti setelah Gubernur DKI Jakarta dilantik akan ada Bantuan Operasional Sekolah dari Dinas Pendidikan DKI per-siswa 400.000/ perbulan. Pastinya banyak orang yang tidak tahu bahwa kami (guru dan karyawan honor SMA) digaji perbulan Rp.45.000 perkali masuk setelah dipotong pajak. Jujur, saya saja mendapatkan honor untuk bulan September 712.000 dibayar bulan Oktober tanggal 4. Anda bisa bayangkan, kami bekerja menjalankan tugas sehari-hari, disiplin dan loyal. Ironi memang, loyalitas kami dibenturkan dengan kebijakan Pemda DKI yang tidak memikirkan orang-orang kecil. Loyalitas kami dihargai dengan Rp.45.000/ hari masuk. Mau melawan? Kami tidak punya kekuatan. Menyalahkan siapa? Kepala Sekolah? MKKS saja tidak berani melawan yang katanya instruksi.
Ha ha... Anda pasti akan bilang. Logika berfikir macam apa yang dipakai saya? Ga jelas, ga nyambung dari tema yang saya tulis. Pembelaan saya, ini hanya spontanitas cara berfikir saya. Yang saya rasakan dan lihat memang setelah ditetapkannya kebijakan sistem pendidikan 12 tahun mulai tahun ajaran baru 2012-2013, loyalitas guru mengajar dan karyawan bekerja berkurang. Mungkin itu wujud protes yang spontan. Secara tidak langsung menciptakan jam pelajaran kosong. He he.. Kalo "pelajaran kosong" kira-kira pelajaran apa ya?? Hi hi.. Bagi siswa-siswa yang cerdas, pasti memanfaatkan perpustakaan sebagai ajang belajar yang efektif. Tapi, siswa yang lainnya bagaimana? Umumnya kongkow-kongkow di wilayah sekolah untuk berfikir.. kira-kira apa ya "update" status yang laku?? wkwkwk... Nah, yang lainnya "madol", cabut dari sekolah, nongkrong di luar sekolah. Walau ini pun juga bukan analisa yang tepat untuk menjawab tawuran tersebut.. ha ha ha.. Lantas apa?
Ada berapa rumusan memang yang dibicarakan di forum Jakarta Lawyer Club, salah satunya adalah membuat kebijakan "tata tetib" sekolah yang ditandatangani oleh pihak siswa, diketahui orang tua, dan juga pihak sekolah. Rumusan ini pernah saya dengar ketika Direktur Pembinan SMA yang kantornya di Cipete, kalo tidak salah namanya Pa Totok memberi pengarahan kepada Kepala Sekolah yang mendapatkan dana Block Grand. Kebetulan, saya ketika sebagai utusan pihak sekolah untuk mendapatkan Block Grand dana pengembangan perpustakaan. Pa Totok membicarakan tema Sekolah Berstandar Internasional seharusnya juga ramah sosial agar tidak diplesetkan menjadi "Sekolah Bertarif Internasional". Waduh ngelantur kemana-mana nih. Dan point pentingnya adalah Pa Totok mengungkapkan ide yang sama tentang perlunya aturan yang ditandatangani oleh siswa dan pihak sekolah. Dan terbukti, salah satu dari peserta Lowyer Club, kalo ga salah alumni dari SMA 70 angkatan awal menganalisa ke STM Penerbangan yang dulunya bisa dibilang "tukang ribut" dengan adanya kebijakan aturan itu, tidak lagi ribut sampe sekarang. Perlu dicontoh...
Ha ha... Anda pasti akan bilang. Logika berfikir macam apa yang dipakai saya? Ga jelas, ga nyambung dari tema yang saya tulis. Pembelaan saya, ini hanya spontanitas cara berfikir saya. Yang saya rasakan dan lihat memang setelah ditetapkannya kebijakan sistem pendidikan 12 tahun mulai tahun ajaran baru 2012-2013, loyalitas guru mengajar dan karyawan bekerja berkurang. Mungkin itu wujud protes yang spontan. Secara tidak langsung menciptakan jam pelajaran kosong. He he.. Kalo "pelajaran kosong" kira-kira pelajaran apa ya?? Hi hi.. Bagi siswa-siswa yang cerdas, pasti memanfaatkan perpustakaan sebagai ajang belajar yang efektif. Tapi, siswa yang lainnya bagaimana? Umumnya kongkow-kongkow di wilayah sekolah untuk berfikir.. kira-kira apa ya "update" status yang laku?? wkwkwk... Nah, yang lainnya "madol", cabut dari sekolah, nongkrong di luar sekolah. Walau ini pun juga bukan analisa yang tepat untuk menjawab tawuran tersebut.. ha ha ha.. Lantas apa?
Ada berapa rumusan memang yang dibicarakan di forum Jakarta Lawyer Club, salah satunya adalah membuat kebijakan "tata tetib" sekolah yang ditandatangani oleh pihak siswa, diketahui orang tua, dan juga pihak sekolah. Rumusan ini pernah saya dengar ketika Direktur Pembinan SMA yang kantornya di Cipete, kalo tidak salah namanya Pa Totok memberi pengarahan kepada Kepala Sekolah yang mendapatkan dana Block Grand. Kebetulan, saya ketika sebagai utusan pihak sekolah untuk mendapatkan Block Grand dana pengembangan perpustakaan. Pa Totok membicarakan tema Sekolah Berstandar Internasional seharusnya juga ramah sosial agar tidak diplesetkan menjadi "Sekolah Bertarif Internasional". Waduh ngelantur kemana-mana nih. Dan point pentingnya adalah Pa Totok mengungkapkan ide yang sama tentang perlunya aturan yang ditandatangani oleh siswa dan pihak sekolah. Dan terbukti, salah satu dari peserta Lowyer Club, kalo ga salah alumni dari SMA 70 angkatan awal menganalisa ke STM Penerbangan yang dulunya bisa dibilang "tukang ribut" dengan adanya kebijakan aturan itu, tidak lagi ribut sampe sekarang. Perlu dicontoh...