Sabtu, 28 April 2012

MEWUJUDKAN PERAN PERUSTAKAAN SEKOLAH MODEL




The school library is the heart of the school, which itself has learning at its core and good libraries can empower the learner. The resources in a library can allow our imaginations to run free, introduce us to new experiences and promote access to knowledge and enjoyment. (School Library: Making a difference, DfES, 2004)

Untuk menjadikan perpustakaan sebagai jantung sekolah memerlukan komitmen yang kokoh dari seluruh sivitas academica sekolah yaitu kepala sekolah, guru, pustakawan, dan apabila sekolah (biasanya sekolah swasta) berada di bawah naungan yayasan, juga meminta komitmen dari pengurus yayasan. Mereka semua harus memiliki persepsi dan paradigma yang sama tentang pentingnya perpustakaan dalam pendidikan.
Ada tiga fase untuk membangun sebuah perpustkaan sekolah yang ideal, yaitu leveling, upgrading, dan improvement


A. Fase Leveling

  1. Penyediaan infrastruktur

a. Lokasi dan Ruang
Perpustakaan adalah sebuah pusat kegiatan dan pusat belajar, oleh karena itu harus memungkinkan untuk dapat mengakomodasi berbagai macam aktivitas instruksional pada waktu yang bersamaan.

Selain ruang baca utama, tempat-tempat khusus yang mesti ada di perpustakaan adalah sebagai berikut:
  • Ruang referensi (reference area)
  • Ruang bercerita (booktalking/storytelling area)
  • Ruang komputer (computer/technology area)
  • Ruang kelas (instructional/classroom area)
  • Ruang santai (quiet study/recreational reading area)
  • Ruang produksi ( multimedia production area)
  • Ruang pengolahan bahan pustaka (storage/processing workroom).
Akan lebih baik apabila perpustakaan memiliki ruang seminar atau konferensi serta ruang kepanitiaan yang bisa menjamin privasi. Papan pengumuman/ informasi serta ruang pamer (display) sangat penting sebagai media informasi untuk menampilkan program-program perpustakaan.
Beberapa pertimbangan (standar) yang harus dipenuhi dalam membangun infrastruktur perpustakaan sekolah:
  • lokasi terpusat atau sentral, usahakan berada di lantai dasar
  • akses dan kedekatan, dekat semua kawasan pengajaran
  • pengawasan dan keamanan yang baik
  • faktor kebisingan, paling sedikit di perpustakaan tersedia beberapa bagian yang bebas dari kebisingan dari luar
  • pencahayaan yang baik dan cukup, baik lewat jendela maupun lampu penerangan. Dengan catatan cahaya tidak membuat silau dan sinar matahari tidak langsung
  • dekorasi cat yang menyejukan dan tidak membuat silau
  • Sirkulasi udara yang baik
  • suhu ruangan yang tepat (misalnya, adanya pengatur suhu ruangan ataupun ventilasi yang mencukupi, dianjurkan suhu ruangan sekitar 22 drajat Celcius dan kelembapan 45-50%) untuk menjamin kondisi bekerja yang baik sepanjang tahun di samping preservasi koleksi
  • disain yang sesuai guna memenuhi kebutuhan penderita cacad fisik
  • ukuran ruang yang cukup untuk penempatan koleksi buku, fiksi dan non-fiksi, buku sampul tebal maupun tipis, suratkabar dan majalah, sumber non-cetak serta penyimpanannya, ruang belajar, ruang baca, ruang komputer, ruang pameran, ruang kerja tenaga dan meja perpustakaan
  • fleksibitas untuk memungkinkan keserbaragaman kegiatan serta perubahan kurikulum dan teknologi pada masa mendatang
  • ruang baca mampu menampung 10 persen dari jumlah siswa
  • luas ruang diskusi: 2/3 x 10 persen x jumlah siswa x 1,5 meter persegi
  • ruang belajar: 2/9 x 10% x jumlah siswa x 2 meter persegi
  • ruang membaca santai: 1/9 x 10% x jumlah siswa x 1 meter persegi
  • ruang koleksi buku.Luas ruangan: jumlah eksemplar buku/400 x 1 meter (Sudah termasuk jarak antar-rak)
  • ruang Penerbitan Berkala. Luas ruangan: jumlah eksemplar/76 x 1 meter persegi
b. Perabot dan Peralatan
Disain perpustakaan sekolah memainkan peran utama menyangkut bagaimana perpustakaan melayani sekolah. Penampilan estetis perpustakaan sekolah memberikan rasa nyaman dan merangsang komunitas sekolah untuk memanfaatkan waktunya di perpustakaan.
Perpustakaan sekolah yang dilengkapi secara tepat hendaknya memiliki karakteristik sebagai berikut:
    • rasa aman
    • pencahayaan yang baik
    • didisain untuk mengakomodasi perabotan yang kokoh, tahan lama dan fungsional, serta memenuhi peryaratan ruang, aktivitas dan pengguna perpustakaan
    • didisain untuk menampung persyaratan khusus populasi sekolah dalam arti cara paling restriktif.
    • didisain untuk mengakomodasi perubahan pada program sekolah, program pengajaran, serta perkembangan teknologi audio, video dan data yang muncul.
    • didisain untuk memungkinkan penggunaan, pemeliharaan serta pengamanan yang sesuai menyangkut perabotan, peralatan, alat tulis kantor dan materi.
    • dirancang dan dikelola untuk menyediakan akses yang cepat dan tepat waktu ke aneka ragam koleksi sumber daya yang terorganisasi.
    • dirancang dan dikelola sehingga secara estetis pengguna tertarik dan kondusif dalam hiburan serta pembelajaran, dengan panduan dan tanda-tanda yang jelas dan menarik
           2.  Penyediaan koleksi pustaka

IFLA (International Federation Library Association) membuat standar yang mesti dipernuhi oleh perpustakaan sekolah, diantaranya adalah koleksi buku yang sesuai hendaknya menyediakan sepuluh buku per murid. Sekolah terkecil hendaknya memiliki paling sedikit 2.500 judul materi perpustakaan yang relevan dan mutakhir agar stok buku berimbang untuk semua murid. Paling sedikit 60% koleksi perpustakaan terdiri dari buku nonfiksi yang berkaitan dengan kurikulum.
Di samping itu, perpustakaan sekolah hendaknya memiliki koleksi untuk keperluan hiburan seperti novel populer, musik, dolanan, komputer, VCD, majalah dan poster
Materi semacam itu dipilih—selain oleh guru, kepala sekolah, dan pustakawan—juga bekerja sama dengan murid agar koleksi perpustakaan mencerminkan minat dan budaya mereka, tanpa melintasi batas wajar standar etika.

3. Pengelola perpustakaan (SDM)
Pustakawan sekolah adalah tenaga kependidikan berkualifikasi serta profesional yang bertanggung jawab atas perencanaan dan pengelolaaan perpustakaan sekolah, didukung oleh tenaga yang mencukupi, bekerja sama dengan semua anggota komunitas sekolah dan berhubungan dengan perpustakaan umum dan lain-lainnya. Pade fase awal cukup diperlukan pustakawan yang memiliki keterampilan dasar perpustakaan, seperti berikut:
  • Administrasi bahan pustaka (mulai dari stampling sampai pada shelfing)
  • Klasifikasi
  • Katalogisasi
  • Sirkulasi
  • Adminstrasi anggota
  • Statistik sirkulasi
     4. Penerapan Sistem Informasi Manajemen Perpustakaan Sekolah
Sistem Informasi Manajemen (SIM) Perpustakaan ini dirancang khusus untuk membantu perpustakaan dalam menjawab tantangan yang dihadapi dalam upaya peningkatan pelayanan dan menjalankan fungsinya sebagai “jantung sekolah”.
Selain sebagai sistem informasi perpustakaan, program ini juga dapat menjadi pangkalan data. Sehingga memudahkan siapapun yang terhubung ke jaringan untuk mencari pustaka yang sesuai dengan keinginan sekaligus mendownload data–data yang memang boleh diambil tanpa perlu datang langsung ke perpustakaan. Secara garis besar fitur SIM Perpustakaan dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
  • Pendataan koleksi perpustakaan
  • Pengaturan koleksi, pencetakan barcode, pencetakan bibliografi, katalog pengarang, katalog judul, katalog subyek, label dan lain-lain.
  • Pengaturan anggota perpustakaan, koleksi yang dapat dipinjam, lama peminjaman, maksimal peminjaman, dan pembuatan kartu anggota
  • Peminjaman dan pengembalian koleksi perpustakaan
  • Usulan pengadaan koleksi, proses pengadaan koleksi, data vendor pengadaan, data pembandingan harga, anggaran serta desiderata pengadaan koleksi.
  • Laporan statistik penggunaan koleksi, pengunjung perpustakaan, statistik pengadaan koleksi dan lain-lain
  • Pembuatan kartu bebas pustaka dan lain-lain

Seluruh fitur tersebut saling berkaitan satu sama lain, sehingga tidak perlu melakukan proses yang tidak perlu secara berulang-ulang serta memudahkan dalam pengelolaan perpustakaan


B. Fase Upgrading :

1. Pelatihan Pustakawan Tingkat Lanjut
Fase ini lebih menekankan pada peningkatan kualitas pengelola perpustakaan dan mulai  membuat landasan untuk pengembangan koleksi. Untuk itu perlu diadakan pelatihan tingkat lanjut untuk para pengelola perpustakaan (pustakawan) supaya memiliki keterampilan berikut:
  • ·         melatih cara penggunaan perpustakaan
  • ·         melatih pengetahuan dan keterampilan informasi
  • ·   membantu murid dan guru mengenai penggunaan sumberdaya perpustakaan dan teknologi informasi
  • ·    menjawab pertanyaan referensi dan informasi dengan menggunakan berbagai materi yang tepat
  • ·         mempromosikan program membaca dan kegiatan budaya
  • ·    mempromosikan jasa perpustakaan sebagai bagian dari sistem sekolah secara menyeluruh
  • ·         membangun kemitraan dengan perpustakaan lain dan juga dengan organisasi di luar sekolah
  • ·         merancang dan mengimplementasi anggaran
  • ·         mendisain perencanaan strategis
  • ·         menganalisis sumber dan kebutuhan informasi komunitas sekolah
  • ·         memformulasi dan mengimplementasi kebijakan pengembangan jasa perpustakaan
  • ·         mengembangkan kebijakan dan sistim pengadaan sumberdaya perpustakaan
      2.   Promosi perpustakaan
Pada fase ini juga mulai dilakukan promosi perpustakaan terutama kepada guru dan murid. Promosi dapat dikerjakan dengan mengadakan pelatihan singkat (short course) dengan tujuan utama menumbuhkan kesadaran dan meningkatkan motivasi untuk membaca.

3.    Pengembangan Koleksi
Promosi harus diimbangi dengan ketersediaan koleksi yang memadai, untuk itu perlu dilakukan pengembangan koleksi. Pengambangan dapat dilakukan dengan pembelian atau mengadakan kemitraan dengan sekolah lain atau organisasi di luar sekolah. Upgrading koleksi juga dilakukan untuk menjaga stabilitas antusiasme murid pada buku yang biasanya tumbuh pada awal didirikannya perpustakaan.

C.  Fase Improvement

1. Integrasi Perpustakaan dan Kurikulum
Pada tahap ini perpustakaan sudah benar-benar terintegrasi dengan sekolah. Pada fase ini mulai dimasukan pembelajaran perpustakaan (library skill) pada kurikulum sekolah sebagai muatan lokal (mulok). Peran perpustakaan sekolah akan menjadi signifikan dalam pembelajaran di sekolah (dalam sistem belajar mengajar):
·   Perpustakaan berubah dari hanya berperan sebagai “layanan penunjang” (supportive services)  menjadi mitra proses pembelajaran.
·    Perpustakaan berubah dari penyedia informasi tercetak menjadi koleksi multimedia dinamis yang menyediakan informasi lengkap yang berhubungan kegiatan kurikulum.

Dengan melihat perubahan di atas maka pustakawan akan terlibat aktif dalam pembelajaran di sekolah. Selama fokus pendidikan telah beranjak dari produk pembelajaran kepada proses pembelajaran yang akan menghasilkan outcome maka tugas, fungsi dan dedikasi pustakawan akan semakin besar peranannya.
Di bawah ini adalah gambar tiga pilar utama dalam pendidikan di sekolah modern yang menggambarkan pola hubungan antara kepala sekolah, guru, dan pustakawan sekolah.
KEPALA SEKOLAH
Visi misi Reading ability Infrastruktur
Reading habit
Information literacy

GURU PUSTAKAWAN
literatur + bahan ajar
(sumber informasi)

Peran utama pustakawan adalah ikut aktif dalam mengisi tujuan dan misi sekolah termasuk prosedur evaluasi. Bersama-sama kepala sekolah dan guru, pustakawan terlibat dalam pengembangan perencanaan dan implememtasi kurikulum. Pustakawan dituntut untuk memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam hal penyediaan informasi dan mampu menemukan solusi dari setiap problematika informasi dan juga dituntut sebagai seorang ahli yang mampu memenuhi kebutuhan komunitas sekolah.

2. Pengembangan Program dan Kegiatan
Program yang dibuat oleh perpustakaan sekolah merupakan bagian yang sangat penting untuk membentuk siswa menjadi pembelajar seumur hidup. Program yang dibuat ditujukan untuk meningkatkan kemampuan belajar siswa, membantu mereka untuk menjadi pemikir bebas dan problem solvers, serta membantu mereka menjadi cinta membaca. Mereka juga dimotivasi untuk menjadi pengguna informasi yang efektif dan penghasil informasi yang produktif. Beberapa program yang dapat dilakukan di antaranya adalah:

3.      Gerakan Cinta Membaca di Sekolah
            Menumbuhkan minat baca adalah sebuah proses yang memerlukan waktu panjang. Banyak faktor yang harus dilibatkan salah satunya adalah melalui pembiasaan yang dimulai dari masa kanak-kanak. Misalnya dapat dimulai dengan kegiatan pemilihan duta pustaka, lomba resensi, pameran, mendatangkan penulis, ilmuwan, membentuk klub buku atau klub baca, dll.
4.      Mendongeng (storytelling)
Program storytelling atau mendongeng ini sangat penting untuk dilakukan di perpustakaan sekolah karena secara tidak langsung ada hubungan antara moral sebuah cerita dengan perilaku anak-anak. Kalau kita cermati buku-buku best seller di bidang pengambangan diri dan motivasi, kita akan jumpai kesamaan tentang perlunya orang mempunyai mimpi, pikiran positif, pembangkitkan kemampuan bawah sadar, yang lalu terwujud dalam tindakan.
Dengan melalui kegiatan mendongeng (storytelling) yang baik, benar, dan tidak menggurui, anak-anak dapat terdorong untuk berimajinasi, mengidentifikasi dirinya sebagai tokoh dalam dongeng, termasuk melakukan hal-hal yang menjadi pesan dari dongeng itu.

5.      Literasi Informasi
Literasi informasi adalah kemampuan mengidentifikasi, menemukan, mengevaluasi, mengorganisasi dan menghasilkan secara efektif, menggunakan dan mengkomunikasikan informasi untuk mengatasi berbagai masalah yang dihadapi, literasi informasi juga menjadi prasyarat untuk dapat berperan serta secara efektif dalam masyarakat informasi, serta merupakan keniscayaan untuk menjadi pembelajar seumur hidup
Melalui pengajaran literasi informasi peserta didik akan diajarkan pada sebuah metode untuk menelusri informasi dari berbagai sumber informasi yang terus berkembang, bagaimana cara mengelolanya, seperti apa cara menilai dan bagaiamana cara menggunakan serta mengkomunikasikannya. Karena tidak akan ada seorang pun pada zaman sekarang ini yang mampu untuk mengikuti semua informasi yang ada. Beradasarkan catatan menunjukkan bahwa sekarang ini perkantoran saja menghasilkan 2,7 miliar dokumen pertahun dan satu juta publikasi diterbitkan setiap tahun.
Literasi informasi merupakan survival skill untuk menyongsong abad 21, bekal sukses dalam belajar dan lebih kompetitif dalam persaingan kerja, serta membuat keputusan yang baik dalam hidup.
Konsekuensi bagi pustakawan dalam memasuki fase ketiga ini adalah dia dituntut harus memiliki kualitas dan keterampilan mendasar yang didefinisikan sebagai berikut:
  • ·           Kemampuan berkomunikasi secara positif dan terbuka dengan anak dan orang dewasa
  • ·           Kemampuan memahami kebutuhan pemustaka (pengguna perpustakaan)
  • ·   Kemampuan bekerja sama dengan perorangan serta kelompok di dalam dan di luar    komunitas sekolah
  • ·         Memiliki pengetahuan dan pemahaman mengenai keaneka-ragaman budaya
  • ·         Memiliki pengetahuan mengenai metodologi pembelajaran dan teori pendidikan
  • ·         Memiliki ketrampilan informasi serta bagaimana menggunakannya
  • ·       Memiliki pengetahuan mengenai bahan pustaka untuk membangun koleksi perpustakaan serta bagaimana mengaksesnya
  • ·         Memiliki pengetahuan mengenai bacaan anak, media, dan kebudayaan
  • ·         Memiliki pengetahuan serta keterampilan di bidang manajemen dan pemasaran
  • ·         Memiliki pengetahuan serta keterampilan di bidang teknologi informasi
  • ·         Memiliki keahlian finansial dan manajemen
  • ·         Gemar membaca
  • ·         Memiliki keahlian mengajar
  • ·         Memahami proses penelitian
  • ·         Memiliki pengetahuan kurikulum sekolah
  • ·         Memiliki kemampuan bekerja dengan seluruh murid dan guru

Tidak ada komentar:

Posting Komentar